
Sekolah Pemimpin Muda Aceh (SPMA) wilayah Bireuen kembali menggelar debat publik agenda
Bireuen Lawyer Club (BLC) Jilid-II, kemarin Sabtu 27 Oktober 2019. Bertemakan “Pendidikan Bireuen sudah Unggul-kah?”. Acara yang berlangsung di Filosofi Coffeee Bireuen, diisi oleh 5 narasumber, 2 diantaranya adalah akademisi dari Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI), Dr. Marwan, M.Pd dan Dr. T. Rasyidin, SHi, M.H. . Acara yang di pandu langsung oleh Presidien BLC, Yusri, SSos dibuka dengan melempar suatu issue penting dalam meningkatkan dan penguatan mutu pendidikan Bireuen dalam rangka penguatan SDM Aceh dan Nasional. Acara yang disiarkan langsung oleh Radio Andyta ini, berupaya melihat sejauhmana upaya peningkatan pendidikan di Kabupaten Bireuen, imbuh Yusri. Yusri menyebutkan, sudah banyak pakar merancang konsep, dari konsep pendidikan kearifan local, sampai program “Aceh Carong”, namun kenyataan dilapangan, pendidikan di Aceh dalam lingkup nasional masih jauh tertinggal dari daerah-daerah lain di tanah air. Pada hal pada saat yang sama, potensi historis Aceh menyebutkan daerah Serambi Mekah ini pernah menjadi contoh dan rujukan dari Negara lain seperti Malaysia. Dan Kabupaten Bireuen, selalu mensupply tenaga ahli, untuk daerah-daerah lain di provinsi Aceh. Akademisi Umuslim, sekaligus Rektor UNIKI Bireuen, menanggapi serius tentang kondisi, tantangan dan peluang Bireuen dalam menciptakan basis dan peningkatan mutu pendidikan di Aceh. Mengapa tidak, Bireuen sejak dulu dikenal sebagai lumbung-lumbung pendidikan. Lalu Marwan, melihat selama ini pendidikan di Kabupaten Bireuen belum masuk kategori unggul. Secara umum, baik pendidikan dasar sampai pendidikan atas, belum mencapai target nasional, masih dibawah 80%, sebut Marwan. Acara yang di ikuti tidak kurang 50 peserta tersebut, juga menampilkan Dr. T. Rasyidin, SH.I, M.H, pakar hukum dari UNIKI Bireuen. Beliau menyatakan sudah saatnya perlu pembenahan serius terhadap pendidikan di Kab Bireuen. Khususnya dalam Substansi atau kurikulum yang dimuat dalam pendidikan dasar sampai menengah, Lalu perlu dukungan infrastruktur yang mumpuni, agar mampu meningkatkan proses belajar mengajar dan terwujud secara baik. Juga perlu difikirkan pendidikan yang meregres pada karakter dan budaya Aceh dan Nasional, agar menguatkan jati diri peserta didik. Sehingga melahirkan manusia yang IPTEK dan IMTAQ. Tentunya, dari hal diatas, kata Rasyidin, perlu pembiayaan yang seimbang. Pembiayaan ini dapat dianggarkan pada APBD ataupun APBN sesuai dengan pasal 31 UUD 45. Yang di implentasikan oleh Pemerintah dan DPR, dengan menetapkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara. Selain dua akademisi, BLC jilid-II ini, juga mendatangkan Kepala Dinas Pendidikan Bireuen, M. Nasir, M.Pd, dan mantan Sekda Bireuen, Ir. H. Razuardi, M.T, demikian laporan Andy sebagai panitia pelaksana BLC-II tersebut. (Candra,SH@2019).