
Muhammad, Direktur Pesantren Mahasiswa Jamiah Kebangsaan dan
Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter UNIKI
Melaporkan dari Bireuen
Bulan suci Ramadhan merupakan bulan special bagi muslim seluruh dunia, dalam beberapa kajian keagamaan selalu disampaikan berulang-ulang bahwa bulan Ramadhan ini menjadi bulan pengampunan dan momentum bagi seluruh ummat muslim untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan karena pahalanya yang luar biasa. Momentum ini pula yang menjadikan para Nabi iri kepada ummat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana pernyataan Nabi Musa “Sungguh aku menemukan di alwah segolongan umat mereka berpuasa di bulan Ramadhan karena Engkau (Allah), dan Engkau ampuni dosa mereka yang telah lampau, jadikanlah mereka umatku.”
Kemulian Ramadhan juga terus didapatkan Ummat Nabi Muhammad SAW yang berpuasa karena Allah melalui tarawihnya, keagungan malam pertama sampai dengan terakhir yang terus Allah lipatgandakan bagi mereka yang beribadah karena Allah. Di sepuluh malam terakhir Allah hadiahkan satu malam special yang dinantikan semua makhluk yaitu Lailatul Qadr.
Namun demikian, bagi sebahagian ummat sangat disayangkan dimana Ramadhan hanya dimaknai dengan rutinitas tahunan selama satu bulan penuh hanya untuk menahan lapar dan dahaga (lahiriyah). Bagi golongan ini puasa hanya dimaknai dengan sahur dan berbuka saja, selebihnya tidak ada perbedaan. Maka merugilah ummat Nabi Muhammad SAW pada golongan ini.
Banyak hal yang menjadikan puasa kita saat ini tidak lain hanya sebagai rutinitas tahunan semata, diantaranya perkembangan teknologi yang menyentuh hampir seluruh kehidupan manusia. Perkembangan teknologi informasi yang tidak dibarengi ilmu dan Iman tentu akan merugikan diri sendiri. Seruan agama untuk menjaga lisa terus disuarakan sertiap menjelang Ramadhan, tetapi seruan untuk menjaga tangan masih sangat minim, padahal dalam Hadits Rasulullah kedua disandingkan bersamaan “Muslim ialah orang yang semua orang Islam selamat dari kejahatan lidah (ucapan)-dan kejahatan tangannya (perbuatannya)”.
Memaknai kejahatan tangan hanya sebatas memukul atau mencuri tentu memiliki pemaknaan yang sempit. Kandungan kejahatan tangan era society 5.0 sekarang ini jauh lebih berbahaya daripada membunuh. Kejahatan tangan dalam dunia IT disebut juga dengan Cyber Crime. Semua kerusakan agama dan bangsa dewasa ini bisa disebabkan hanya dengan satu jari manusia. Berita bohong, mengadu domba, berita porno dan lain sebagaimana menjadi makanan sehari-hari pengguna media sosial saat ini khususnya di Aceh.
Atas kondisi itu, bulan Ramadhan kali ini harus menjadi momentum untuk tidak hanya menjaga lisan saja, menjaga tangan jauh lebih penting agar terhindar dari maksiat dan juga menjadikan puasa ini sebagai puasa terbaik dari sebelumnya. Pegiat media sosial khususnya kaum muda di Aceh harus memiliki satu keyakin bahwa kita saat ini menjadi ummat yang didambakan oleh para Nabi selain Rasulullah SAW .
Kita memasuki bulan suci Ramadhan tahun 1444 H/2023 M, untuk itu mari menjaga kesehatan yang baik agar momentum Ramadhan ini menjadi bulan terbaik dari sebelumnya, jadikan bulan ini sebagai ajang untuk berlomba dalam kebaikan dan memohon ampunan kepada Allah SWT, sesunggnya Allah maha pengampun dan penerima taubat.
Memasuki era society 5.0 hal yang patut diwaspadai dan dihindari dalam bulan suci Ramadhan adalah terpelesetnya tangan kita pada perbuatan yang masuk ranah cyber crime yang disebakan karena keisengan atau sekedar anggapan untuk hiburan. Ranah ini perlu diperhatikan karena terkait dengan hablumminallah dan juga hablummninnas. Urusan dengan Allah dapat diselesaikan dengan taubat, sementara urusan dengan manusia tidak akan ada ampunan dari Allah sebelum selesai dengan manusia yang bersangkutan.
Hal yang paling sering dilakukan terutama remaja adalah, menshare informasi yang tidak jelas kebenarannya, membuka privasi (aib) orang lain yang dapat diakses umum, menyajikan berita/memotong ceramah agama untuk mengadu domba sesama Islam. Konteks ini paling banyak terjadi belakangan ini ketika mendekati Ramadhan, sebagai contohnya; memotong ceramah salah satu ustadz terkait khilafiyah baik dalam jumlah rakaat shalat tarawih, penentuan Ramdhan dan hal terkait lainnya dengan caption menjelekkan satu kelompok dan membenarkan kelompok sendiri. Ini perbuatan yang perlu dihindari sebelum kita benar-benar masuk dalam bulan suci Ramadhan.
Penyebaran informasi jika tujuannya adalah untuk menjelaskan perbedaan atas dasar indahnya berIslam tentu diperbolehkan. Tetapi yang terjadi adalah informasi yang tidak sesuai keingingan kita cenderung kita gali kesalahan dan perbedaan pendapat untuk menjudge sesorang bahwa kitalah yang paling Islam diantara yang Islam, tentu perbuatan ini merupakan perbuatan yang dhalim ciri dari orang-orang munafik. Sebagai muslim yang baik ketika mendapatkan informasi yang tidak sesuai tentu jalannya adalah melalui diskusi yang berguru untuk mendapatkan kebenaran dan penyelesaian terhadap informasi tersebut. Sedangkan menyebarluaskan informasi tanpa keterangan jelas melalui potongan vidio ceramah agama justru memberikan gambaran bahwa cara berIslam kita belum benar apalagi untuk meyakinkan orang lain bahwa kita sebagai penyebar informasi yang benarTentu saja pesan ini tidak hanya dituju untuk aktivitas selama Ramadhan saja, melainkan harus menjadi pengingat seluruh ummat Islam sepanjang hayatnya.
Kondisi ini menjadi urgen untuk diperhatikan mengingat dewasa ini secara umum penggunaan media sosial tidak lagi memandang usia, maka dakwah yang efektif bisa dilakukan tentu saja melalui media sosial mengikuti pergerakan massa yang mayoritas menggunakan media sosial. Kembali lagi adanya momentum bulan suci Ramadhan tentu bisa menjadi kesempatan untum ummat Islam meninggalkan kebiasaan buruk ranah cyber crime sebagaimana dijelaskan di atas selama satu bulan penuh dengan harapan terbiasa dan tidak akan melakukannya lagi setelah puasa bahkan sampaikan kapanpun.
Aspek lain kenapa hal ini penting diangkat karena ummat muslim di Aceh saat ini kita terpecah fokusnya dari memerangi kemaksiatan dan meningkatkan keimanan sebagai negeri syariat Islam dengan banyaknya informasi yang beredar di media sosial dalam konteks mengadu domba sesama muslim. Dengan dalih membumi hanguskan paham wahabi di Aceh kita terpeleset pada informasi yang menyeret kita bertikai sesama kelompok (Islam).
Hal ini perlu adanya perhatian kita agar ummat Islam di Aceh fokus pada konteks mengurangi maksiat. Sekan saat ini kita menghabiskan begitu banyak waktu dan energi setiap tahun untuk membahas, hal-hal lainnya yang tidak adannya penyelesaian. Sekarang saat kita bersatu dalam perbedaan untuk menghasilkan muslim yang cerdas demi kebangkitan Islam di masa mendatang.
Kegiatan kita dilakukan dengan langkah awal yang sederhana yaitu berhati-hati yang menggunakan teknologi informasi. Islam dinilai bukan dari Al-Qur’an dan Hadits melainkan bagaimana ummat Islam hidup berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, bagaimana kita meyakinkan non muslim indahnya Islam kalau sesama Islam dengan Nabi dan Tuhan yang sama kita saling bertikai satu sama lain. [email protected]
Artikel ini telah terbit di Serambi Indonesia Rabu, 29 Maret 2023